Suster Ngesot sendiri bercerita mengenai dua orang suster bernama Vira (Nia Ramadhani) dan sahabatnya yang seksi, Silla (Donita). Dari Bandung mereka menuju Jakarta untuk menjalankan tugas mereka. Disitulah Silla dikenalkan dengan Mike (Mike Lewis), kekasih Vira, seorang mahasiswa Australia yang berada di Indonesia.
Selama di tempat tugas mereka, Vira dan Silla tinggal di sebuah kamar di asrama yang sudah lama ditutup. Konon kamar tersebut diselimuti suasana angker dan menyeramkan. Vira lalu bertemu Mak Sahroh, tukang cuci yang tahu banyak tentang cerita tentang kamar itu. Mak Sahroh menuturkan bahwa dua puluh tahun yang lalu ada seorang suster cantik bernama Lastri Sulistia yang mati dibunuh oleh kekasihnya di kamar tersebut.
Vira yang mendapat firasat buruk, mencoba memberitahu Silla dan Mike, namun mereka tidak peduli. Bahkan, Mike dan Silla diam-diam menjalin hubungan cinta. Hal yang ditakutkan pun terjadi, Hingga suatu saat Vira mendapat tanda bahwa korban berikutnya adalah Mike. Saat sang Suster Ngesot mulai menyerang, semakin terungkaplah satu persatu misteri yang semakin membuat misterius dari semua yang ada di tempat tersebut.
Mengomentari film ini, sepertinya Arie Azis cenderung mengikuti kebiasaan atau pakem umum dari film horor Indonesia yang pernah ada sebelumnya. Unsur mengejutkan dan adegan dimana sang suster yang menjadi hantu mendatangi korbannya, masih cenderung terlihat sangat biasa, seperti kemunculan sang suster dari balik kasur ataupun sorot mata dan gerakan menoleh, dengan memfokuskan pada kedua bola mata sang suster.
Arie dan tim kreatifnya yang memanfaatkan sebuah gedung tua di daerah Bogor, Jawa Barat, sepertinya kurang memaksimalkan lokasi pengambilan film ini. Penambahan properti tua ataupun sampah yang berserakan terlihat sangat janggal dan penonton pun seperti dipaksa untuk tahu bahwa itu semua sekadar setingan belaka. Properti yang digunakan pun terlihat masih baru dipakai dan hanya mengandalkan jaring laba-laba di setiap ruangan untuk menampilkan kesan usang. Hal tersebut terlihat dalam sebuah adegan dimana Suster Ngesot mendatangi dokter Herman yang kemudian kabur dan terjebak dalam sebuah gudang.
Demikian juga skrip cerita yang dibuat oleh Aviv Elham, terkesan biasa-biasa saja. Dengan menampilkan kemunculan sang suster di awal, cukup membuat ketegangan, namun kemunculan-kemunculan berikutnya justru terlihat monoton. Namun ada satu yang menarik dari apa yang coba ditampilkan oleh Aviv, yaitu dengan meramu sebuah misteri tentang siapa sebenarnya sosok Mak Saroh ataupun sosok nenek-nenek yang muncul dengan tongkatnya itu.
Berbicara akting para pemainnya, Nia Ramadhani cukup baik memerankan tokoh Vira. Namun demikian jelas bahwa Nia masih belum bisa sepenuhnya lepas dari kebiasaan akting-aktingnya di sinetron. Ditambah dengan aksesoris seperti kalung dan anting yang agak berlebihan, karena sebetulnya peran mereka adalah suster yang tinggal di asrama perawat, yang seharusnya berpenampilan se-orisinil mungkin layaknya suster.
Hal yang sama juga terlihat pada Donita yang memerankan Silla. Ia juga mengenakan berbagai aksesoris layaknya finalis “gadis sampul” yang masuk karantina. Entahlah, apakah team kreatif yang kurang teliti, ataukah memang seperti itu kebiasaan di sinetron kita ya?. Akting Donita cukup lumayan walaupun tampak tidak natural dalam memerankan beberapa adegan tertentu, seperti dalam satu adegan ia harus terkejut beberapa kali dalam waktu yang hanya berselang sekitar 5 sampai 10 detik, jelas dia harus lebih banyak belajar lagi. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat ini adalah pertama kalinya ia berakting di film layar lebar.
Mike Lewis yang belum fasih berbahasa Indonesia, terkesan dipaksakan untuk berperan sebagai Mike, ia ditampilkan sebagai mahasiswa yang baru 8 bulan tinggal di Jakarta yang juga merupakan kekasih dari Vira. Entah apa alasannya untuk memilih Mike yang berbahasa Indonesia saja masih belum fasih sehingga dialognya pun tergagnggu. Mungkin, salah satu alasan yang masuk akal adalah, Mike memiliki paras yang cukup menjual untuk kalangan masyarakat Indonesia. Untuk menggambarkan seseorang yang baru tinggal di Indonesia, seharusnya Aviv Ilham bisa lebih menggambarkan lebih jelas asal usul Mike dari awal kemunculannya.
Penampilan yang baik justru ditunjukkan oleh para pemain senior seperti Jajang C Noer, Arswendy Nasution serta Mastur. Kematangan akting mereka jelas terlihat, sehingga nampak kualitas akting para bintang muda tersebut tidak sebanding dengan para pemain senior tersebut.
Dengan demikian, ada baiknya casting untuk seorang bintang film harus dilandasi oleh kualitas akting yang maksimal dan bukan karena faktor popularitas belaka. Buktinya, Lia Waode (yang tidak populer seperti Nia Ramadhani) yang berperan sebagai Lastri / Suster Ngesot terlihat cukup pas dalam memerankan karakter tersebut. Sayangnya rias rambut dan wajah Suster Ngesot yang lumayan seram, terganggu oleh tempelan-tempelan luka di tangan dan kaki yang terlihat kurang natural.
Secara keseluruhan film ini memang masih terlihat sama dengan film-film horor Indonesia sebelumnya. Namun bukan berarti film ini tidak mempunyai kelebihan. Arie Azis sang sutradara terlihat cukup baik dalam memainkan komposisi cahaya, ataupun ilustrasi musik yang muncul tiba-tiba saat ketegangan terjadi, cukup membuat orang yang menonton terhentak sesaat dari bangkunya.
No comments:
Post a Comment